Artikel berikut sambungan dari artikel sebelumnya di sini.

Setelah Anda beli server tersebut, segara pasang di rak dan tentunya pasang juga kabel jaringannya (Kalo nggak ya nanti sendirian dong si server, kasian kan? hehe). Gue nggak akan bahas panjang lebar mengenai setup jaringan apalagi masang ke rak server. Masa iya sih nggak bisa pasang server doang? 😀

Poin penting pada saat pemasangan jaringan usahakan switch yang digunakan minimal gigabit, kalo punya 10gig justru lebih mantap lagi. Kenapa perlu switch dengan spesifikasi tinggi? jawabannya supaya nanti ketika ada task yang memerlukan kecepatan transfer data bisa lebih smooth hasilnya. Contoh apabila nanti kita ingin menngaktifkan fingsi HA / Fault Tolerance maka syarat mutlak adalah koneksi yang sangat cepat. Bisa dibayangkan jika kita masih menggunakan kabel 100mbps berapa lama waktu yang diperlukan untuk migrasi ke host lainnya? *KeburuDigebukinUser*. Begitupun dengan shared storage yang nanti akan digunakan juga mesti menggunakan backbone jaringan yang super cepat. Teknologi semacam fiber channel adalah opsi yang sangat direkomendasikan di dalam lingkungan shared storage / datacenter.

Poin penting berikutnya adalah mengenai topologi jaringan. Buatlah sebuah desain jaringan secara redundant yang artinya apabila salah satu jalur mengalami kerusakan kita masih punya jalur cadangan dan ini sifatnya otomatis “berpindah” bukan manual. Apabila Anda pernah belajar secara deep mengenai jaringan pasti pernah mendengar suatu teknologi yang bekerja pada layer 2 switching bernama STP (Spanning Tree Protocol). STP berfungsi mencegah terjadinya yang namanya ‘looping’ yaitu keadaan dimana sebuah transmisi jaringan berputar-putar terus karena tidak mengetahui alamat tujuannya hingga akhirnya frame tersebut menjadi rusak. Kemudian ada juga yang namanya VLAN. VLAN sangat berguna apabila Anda memiliki sebuah jaringan yang besar beserta perangkat yang banyak dan Anda ingin memecah ke dalam sebuah sub jaringan yang lebih kecil untuk melimitasi broadcast domain dan demi alasan sekuriti serta memudahkan manajemen. Dua teknologi ini juga layak diperhatikan supaya proses transmisi antara host dan shared storage semakin optimal.

Kemudian apabila proses instalasi ESXI sudah berhasil mulailah membuat VM. Detail langkah-langkahnya akan gue bahas di artikel selanjutnya. Jika project Anda adalah mem-virtualisasi-kan existing server maka langkah yang harus dilakukan adalah mengkonversi physical to virtual server seperti artikel yang sudah pernah gue bahas di sini. Selanjutnya apabila proses pembuatan VM atau proses konversi telah berhasil maka sekarang waktunya memikirkan masalah Disaster Recovery (DR). Coba buat desain agar data VM akan tetap aman meskipun secara fisik host tersebut rusak. Bagaimana caranya? masih ingat ketika gue bilang kalau menggunakan fitur HA (High Availability) maka semua VM harus diletakkan dalam sebuah shared storage dan diakses oleh minimal 2 host dalam sebuah cluster yang sama. HA merupakan salah satu bentuk DR yang efektif, namun sayangnya hanya ada di vSphere kelas Essential Plus ke atas. HA dalam lingkungan vSphere kenyataannya pada saat proses recovery tetap membuahkan waktu downtime yang variatif. Hmm.. mungkin pemikiran tradisional dari kita dengan HA maka total downtime yang akan diperlukan sama sekali nihil. Sebenarnya kalimat tersebut berlaku jika HA yang kita maksud dari sisi aplikasi (misal clustering database SQL, Web Server, Mail Server).

HA juga memerlukan shared storage. Dalam dunial teknologi datacenter sekarang yang namanya shared storage sudah bukan mainan murah lagi. Memang sih kita sebenarnya masih bisa buat sebuah shared storage yang custom semisal kita beli casing storage, mobo, ram, sas controller, hdd. Namun mungkin memerlukan keahlian dan waktu yang tidak sebentar. Belum lagi masalah kompabilitas dengan hardware lainnya ditambah instalasi software SAN yang biasanya ribet. Beberapa sistem operasi yang biasa dipakai sebagai shared storage adalah (VMware Storage Aplliance) VSA atau semacamnya, misal Windows Server + Starwind. Jika Anda memiliki sedikit keahlian di OS Solaris bisa juga menggunakan FreeNAS atau Nexenta. Dan terakhir juga ada Openfiler untuk produk open source. Kalau memang ada dana lebih sebaiknya beli saja produk shared storage yang aftermarket macam QNAP atau Thecus atau lainnya. Produk-produk tersebut sudah terjamin kualitas dan kompatibilitasnya jadi Anda tidak perlu pusing setting sana-sini. Proses pemilihannya sangat mudah tinggal tentukan saja alat tersebut support RAID dan koneksinya bisa sampai 10gig gue rasa sudah cukup. Syukur-syukur ada koneksi buat fiber channelnya 😀

Oke, let’s say sekarang Anda sudah mengadopsi fitur HA. Namun seiring berjalannya waktu ternyata jumlah VM dalam host semakin banyak dan menyebabkan proses recovery berlangsung lama. Yang dulunya hanya terdiri dari 5 VM sekarang sudah menjadi 10-15 VM. Yang tadinya proses recovery dapat berlangung kurang dari lima menit sekarang bisa sampai 15 menit. Pun untuk skala perusahaan SMB namun bergerak di bidang saham, waktu downtime sepersekian detik bisa jadi kerugian besar. Nah, dengan kondisi kebutuhan seperti itu kita perlu fitur FT (Fault Tolerance). Konsep kerjanya adalah satu host bertugas untuk melakukan mirroring VM ke host lainnya, biasanya pair antara master-slave. Teknik ini memanfaatkan vLockStep techology dan Shadow Copy yang membuat downtime DR menjadi lebih kecil, atau bahkan sama sekali nihil. Namun sayangnya masih ada beberapa limitasi yang strict sehingga FT hanya benar-benar digunakan jika kita memang menggunakan aplikasi kritikal di dalamnya.

Hal klasik yang pasti dan masih terus dilakukan oleh engineer sekarang adalah proses backup. Seberapa penting sebuah backup itu dilakukan? tentu sangat penting mengingat bahwa mungkin nggak selamanya design yang sudah kita buat sesempurna mungkin pada akhirnya ada masalah juga (ingat pepatah sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga). Hal ini juga dilihat oleh VMWare maka mereka meluncurkan produk-produk backup data mulai dari VDR: vSphere Data Recovery (dulu, sekarang sudah jadi VDP), kemudian ada vSphere Replication, dan terakhir ada juga VSRM (vSphere Site Recovery Manager). Loh, makin banyak aja nih produknya jadi makin bingung deh.. hehe. Nanti dulu, seperti yang gue bilang sebelumnya kita jangan sampai terjebak dengan istilah dan fungsi yang mirip-mirip antara satu produk dengan produk lainnya. Namun balik lagi ke rencana awal yang sebelumnya udah kita bahas khususnya masalah lisensi karena semua fungsi backup yang gue barusan sebut hanya ada di kelas lisensi vSphere Essential Plus ke atas.

Ok (lagi-lagi) let’s say Anda punya lisensi Essential Plus dan ingin memanfaatkan produk backup yang cocok dengan kebutuhan kantor Anda. Silahkan sekarang anda memahami fungsi masing-masing setiap produk backup tersebut seperti yang sudah gue bahas pada bagian pertama. Ingat, tidak perlu terlalu deep yang penting konsep dasarnya sudah pegang.

Rangkuman singkatnya ketika Anda memutuskan untuk menggunakan teknologi virtualisasi, khususnya vSphere, adalah kurang lebih sebagai berikut:

  1. Menentukan spesifikasi server yang akan digunakan (rekomendasi kompabilitas lihat HCL vSphere, gunakan RAM yang banyak)
  2. Beli lisensi vSphere sesuai dengan kebutuhan implementasi
  3. Beli shared storage aftermarket (jika ada dana) atau custom
  4. Beli backbone switch >1gig atau gunakan fiber channel
  5. Desain jaringan yang redundant
  6. Deploy ESXI & VM
  7. Rancang DR menggunakan teknologi pendukung (HA / FT)
  8. Lakukan backup rutin (VDP/ VR / VSRM)
  9. Lakukan patching dan upgrade ESXI (VUM)

Dengan mengacu pada sembilan poin di atas niscaya Anda sudah melakukan hampir semua yang diperlukan ketika membangun sebuah teknologi virtualisasi dalam lingkup perusahaan SMB.