RAID? apa itu RAID? bukan film THE RAID yang lagi tenar itu yah . Itu mah ngga ada hubungannya sama sekali dengan RAID yang akan kita bahas pada artikel kali ini.

RAID merupakan singkatan dari Redundant Array of Independent Disk atau kadang disebut juga Redundant Array of Inexpensive Disk. Artinya adalah sekumpulan intruksi konfigurasi susunan yang diterapkan pada beberapa Harddisk (HDD). Konfigurasi ini berfungsi untuk meningkatkan kinerja, kehandalan dan daya uji yang tinggi yaitu dengan cara menggabungkan beberapa Harddisk sehingga menjadi sebuah satu kesatuan Harddisk secara logic.

Gimana, sudah mulai bingung kan? kalau iya, silahkan stop membaca artikel ini. Kalau mau tambah bingung, silahkan teruskan membaca.

Ada beberapa konfigurasi RAID yang terkenal dan umumnya dipakai, diantaranya RAID 0, RAID 1, RAID 5. Lalu ada juga konfigurasi RAID yang merupakan gabungan dari dua konfigurasi RAID, misalnya RAID 10 (merupakan gabungan dari RAID 1 dan RAID 0). Konfigurasi RAID yang jarang dipakai adalah RAID 2, RAID 3, RAID 4 dan RAID 6. Pembahasan RAID pada artikel ini hanya sebatas RAID 0, RAID 1, RAID 5 dan gabungan RAID 1+0 (RAID 10 atau RAID 01).

RAID 0

RAID 0 atau biasa disebut stripping RAID adalah konfigurasi RAID yang mengutamakan kebutuhan performa dari sebuah sistem. Jadi jika ingin membangun sebuah sistem yang membutuhkan akses baca tulis data secara cepat dapat menggunakan jenis RAID 0.

Sistem kerja dari RAID 0 adalah penyebaran blok-blok data ke setiap Harddisk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

ScreenShot036

Image source : http://www.thegeekstuff.com/

Blok data A, B, C, D, E dan F disebar ke seluruh Harddisk (disk 1 dan disk 2) sehingga akses ke data yang ada di dalam Harddisk tersebut menjadi cepat. Namun konsekuensinya apabila terjadi kerusakan pada salah satu Harddisk, maka sistem akan rusak dan data akan sulit untuk dipulihkan. Oleh karena itu jangan gunakan konfigurasi ini apabila data yang akan digunakan bersifat kritikal (baca: penting). Kebutuhan minimal Harddisk untuk RAID 0 adalah 2 (dua) dan diutamakan identik merek, tipe dan kapasitasnya.

Contoh kasus: Harddisk A (merk WDC, 7200RPM 16MB cache, 500GB) akan dikonfigurasi RAID 0 dengan Harddisk B (merk Seagate, 7200RPM 8Mb cache, 320GB). Konfigurasi RAID 0 tetap dapat dilakukan dengan menggabungkan HDD A dan HDD B, namun hasil yang akan didapat tentunya tidak akan semaksimal apabila HDD A digabungkan dengan HDD sejenis (merk WDC, 7200RPM 16MB cache, 500GB). Hasil RAID 0 yang akan didapat dengan konfigurasi tersebut (HDD A + HDD B) adalah sbb;

HDD A (500GB) + HDD B (320GB) = 640GB

Loh kok bisa 640GB? darimana asalnya itu?

Jadi apabila terdapat perbedaan kapasitas antara HDD pada konfigurasi RAID 0, maka HDD dengan kapasitas terkecil akan menjadi acuan untuk kapasitas gabungan total seluruh HDD. Jadi untuk kasus diatas yaitu HDD A yang aktualnya memiliki kapasitas 500GB akan dipangkas kapasitasnya sehingga sama dengan kapasitas pada HDD B (320GB). Kemudian jumlah kedua kapasitas itu yang menjadi hasil RAID 0 (320GB x 2 = 640GB). Selisih yang terdapat pada HDD A (500GB –  320GB = 180GB) akan dibuang percuma. Halah.. apa coba.

Oh ya, fungsi cache pada setiap HDD pada konfigurasi RAID akan diabaikan juga karena tidak relevan dengan teknologi RAID.

Paham? beneran paham? coba ulangi lagi bacanya kalau belum paham

Kita akan bahas mengenai konfigurasi RAID 1, 5, 1+0 / 0+1 pada artikel selanjutnya.

So stay tuned ya